Wednesday, 2 May 2012

LCC UUD 1945


Rabu, 09 Maret 2011
Hari ini aku mengikuti pembinaan Cerdas Cermat UUD 1945 yang telah kunantikan sejak setahun yang lalu.
Dulu aku tak terpilih ke dalam sepuluh orang yang termasuk mewakili sekolahku untuk mengikuti LCC UUD 1945. Rasanya semua bercampur mulai dari mangkel, sedih dan kecewa bercampur jadi satu. Aku sangat berharap, namun guru PKN ku saat itu Pak Han tak menunjukku. Aku merasa memiliki kemampuan yang lebih namun kenapa Pak Han tak memilihku saja. Hingga akhirnya aku memperoleh penejelasan dari beliau bahwa itu karna beliau wali kelasku sendiri. Dari enam kelas X dari X-1 sudah diajukan dua siswi. Sedang kalau aku diikutkan Pak Han takut akan  dianggap pilih kasih oleh wali dari kelas lain. Dengan berat hati aku menerima penjelasan beliau.
Hingga pada saat ku di kelas XI aku terus mencoba untuk menghafalkan UUD.
“Pak  kapan ada lomba lagi ?” tanyaku suatu hari.
“Wah, sayang sekali. Lomba cerdas cermat UUD 1945 diadakan 2 tahun sekali,” jawab beliau sambil tersenyum ramah. Wah sayang sekali. aku benar-benar berharap. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin memang belum rejekiku pikirku.
Hingga akhirnya ternyata tahun ini  beliau memberikan amanah padaku untuk tergabung dalam sepuluh siswa yang mewakili lomba.
“Loh pak. Bukannya lombanya dua tahuun sekali ya ?”
“Hehe, kemarin saya salah. Lombanya itu ternyata setahun sekali.”
Wah bukan main senang hati ini. Akhirnya lomba yang sangat ingin kuikuti sudah dalam genggaman.
Pemberitahuan dua minggu sebelum lomba. Dan jujur aku sangat senang dengan keikutsertaanku ini. Hingga saat aku dan Mbak Nita pembinaan bersama.
“Dik, aku kok males ya ?” tercetup kata yang tak kuingunkan dari  dirinya. Entah karna apa aku juga jadi malas belajar. Rasanya tak ada semangat saja untuk menyuplai energiku. Aku berpikir bahwa kita ini adalah tim dan kerja tentu juga dilakukan dengan teamwork. Dan ada salah satu atau salah dua yang tak mau berusaha, lalu apa yang harus aku lakukan ? Kalau satu sudah  tak ingin berusaha bagaimana kemenangan ada dalam genggaman.
Dan pada hari selasanya kami dibina oleh Pak Han. Dan bercerita-cerita panjang bersama. Aku sangat  kaget ketika mengambil kesimpulan dari salah satu potongan perbincangan kami.
“Pak yang jadi kandidat tahun ini kan dari SMA 1 Boyolali, Ngandong dan Simo. Terus kenapa yang dipilih malah Simo bukannya kemarin bagusan Ngandong ?” tanyaku  yang penasaran karna tiap kabupaten hanya dipilih dua SMA kecuali kota Surakarta sebagai tuan rmuah berhak mengajukan tiga sekolah. Terang saja tahun ini berbeda karna langsung ke tingkat karisidenan.
“Sebenarnya ini giliran. Tahun ini dari SMA kita mungkin tahun depan dari Ngandhong.”
Dush, sebuah pernyataan yang membuatku gemetar. Bagaimana bisa aku tidak semangat seperti ini ? Sedang Allah memberikan sebuah kesempatan emas padaku. Coba kalau SMAku mendapat giliran  tahun depan ? Tentu saja aku tak dapat mengikuti lomba ini. Harusnya aku bersyukur bisa ikut serta dalam lomba ini.
Sangat menyenangkan bisa berbagi cerita dengan Pak Han. Beliau memang guru yang terkenal dekat dengan siswa. Beliau sosok yang sangat kukagumi. Meski dengan beribu kesempatan yang beliau milki namun beliau tak pernah haus akan jabatan apalagi gaji. Setelah ditinggalkan anaknya meninggal istrinya menjadi sakit-sakitan. Namun beliau tak pernah mengeluh atau pun rakus akan uang. Justru sebaliknya beliau menjadi sosok yang sabar dan pekarja keras.
Aku baru sadar kalau untuk kesuksesan lomba ini beliau telah mengusahakan yang terbaik. Dengan mengorbankan pulsannya untuk mencari informasi, hujan-hujanan ke SMA Ngandhong untuk mencari materi, hingga menomor duakan istri dan anaknya karna beliau memang orang yang professional. Aku sangat malu pada diriku sendiri yang tanpa semangat ini. Begitupun dengan Sembilan siswa lainnya termasuk Mbak Nita.
Aku sangat bersyukur memiliki guru seperti beliau. Aku akan bersusaha dan belajar semaksimal mungkin  untuk memperoleh hasil yang terbaik. Tak ingin rasanya mengecewakan seorang Pembina yang telah berkorban banyak untukku dan teman-teman.
Semangat ! semangat ! semangat !
Dan aku siap untuk berusaha sebaik mungkin dan menjadi seorang pemenang.
HariH LCC
Senin, 14 Maret 2011
Akhirnya lomba hari ini akan kutempuh bersama teman-temanku semua. Teman-teman satu team yang diketuai oleh Mbak Nita. Entah kenapa, namun pada lomba kali ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Aku sama sekali tak merasakan getaran-getaran yang harusnya tak asing tiap aku menghadapi lomba. Benar, sungguh, aku sama sekali tak merasa dag-dig-dug bahkan meski aku telah sampai di tempat pelaksanaan lomba di SMK 7 Surakarta. Tak tanggung-tanggung tiap kabupaten mengirimkan sekolah unggulan masing-masing. Mulai dari SMA 1 Klaten, 1 Solo, 4 Solo dan 3 Solo. Tapi tetap saja tak ada rasa takut dan ragu dalam hatiku.
Awalnya rasa tak terima menggelayuti pikiranku dan teman-teman. Terang saja, terjadi banyak penyimpangan disini. Mulai dari peraturan yang mengharuskan 10 siswa dengan ketentuan 5 putra dan 5 putri dilanggar oleh SMA-SMA unggulan. Seragam yang diwajibkan OSIS juga tak dihiraukan. Aku takut kalau dalam hal penilaian terjadi banyak penyimpangan. Namun Pak Han memberikan suntikan suplemen lagi padaku dan teman-teman. Bahwa kita harus positive thinking. Kalau kita memberikan yang terbaik pasti kita juga akan memperoleh yang terbaik.
Alhamdulillah semua berjalan lancar. Yuph, 90 % soal bisa kami jawab dengan mudah. Dan semua tinggal ditentukan sebulan lagi. Cukup lama memang untuk sebuah kapasitas lomba yang terhitung sedikit pesertanya ini. Semoga tak terjadi sedikit kecurangan pun disini. Aku berharap semua akan berjalan lancar. Dan aku sungguh amat benar-benar berharap agar team ku SMA Negeri 1 Simo dapat meraih tiga besar se-eks Karisidenan Surakarta dan bisa lolos ke Provinsi. Setidaknya ini adalah hadiah dari kerja keras kami bersama Pak Han.

Harap-harap Cemas
Kamis, 17 Maret 2011
Kenapa harus selama ini ? Kenapa pengumuman harus sebulan lebih ? Ini benar-benar menyiksa. Dag-dig-dug selalu menggelayuti pikiranku dan teman-teman. Aku optimis bisa lolos dan mulai membayangkan menggenggam piala kehormatan dan penuh mimpi bersama Sembilan teman lainnya dan dipersembahkan untuk kerja keras Pak Han selama ini. Membayangkan menjalani karantina dan memperoleh berbagai ilmu dan pengalaman baru. Namun bila teringat hasil itu masih belum pasti. Sebuah bayangan indah langsung berubah seketika menjadi rasa khawatir, takut dan sedih. Khawatir kalau semua tak berjalan lancar, takut kalau mimpi dan harapan kami harus terputus di tengah jalan dan sedih kalau hasil ini akan mengecewakan Pak Han dan kedua orang tuaku.
Hampir tiap malam aku selalu bermimpi memegang piala yang berwarna keemasan itu. Namun tiap terbangun semua hanya mimpi dan aku langsung berdoa kalau mimpi itu akan menjadi nyata. Tapi tetap saja rasa penasaran dan harap-harap cemas ini selalu datang. Padahal baru 3 hari semenjak lomba kujalani dan masih 28 hari lebih aku akan mengalami rasa ini terus menerus. Tiap malam kubuka facebook dan kuhitung mundur hari mulai 30 hari sedari aku mengikuti lomba.
Aku sangat berharap dan aku memilki khayalan tingkat tinggi. Namun aku takut terjatuh, karna terjatuh dari tempat yang tinggi itu pasti akan lebih menyakitkan. Aku bingung dengan persaanku sendiri. Namun, aku tetap berusaha untuk optimis dan positive thinking. Kini aku hanya bisa mendorongnya dengan doa, dengan sholat hajat yang insyaallah kujalani rutin tiap harinya bersama sholat dhuha. Aku berharap dan aku telah berusaha semaksimal mungkin. Yang harus kuingat adalah bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik dari Allah. Bahkan setiap daun yang jatuh pun telah ditulis beribu tahun yang lalu di laut Mahfudz. Dan untuk apa aku terjatuh dalam langkah yang tersendat. Bukankah aku bisa melangkah lagi, berusaha lagi, dan meraih hasil yang lebih baik lagi. Namun aku yakin dan percaya bahwa semua harapanku akan terkabul. Aku tak kan tersendat kali ini. Dan bersama teman-teman juga Pak Han kami akan melangkah bersama untuk lolos ke tingkat Provinsi.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.