Rabu,
09 Maret 2011
Hari
ini aku mengikuti pembinaan Cerdas Cermat UUD 1945 yang telah kunantikan sejak
setahun yang lalu.
Dulu
aku tak terpilih ke dalam sepuluh orang yang termasuk mewakili sekolahku untuk
mengikuti LCC UUD 1945. Rasanya semua bercampur mulai dari mangkel, sedih dan
kecewa bercampur jadi satu. Aku sangat berharap, namun guru PKN ku saat itu Pak
Han tak menunjukku. Aku merasa memiliki kemampuan yang lebih namun kenapa Pak
Han tak memilihku saja. Hingga akhirnya aku memperoleh penejelasan dari beliau
bahwa itu karna beliau wali kelasku sendiri. Dari enam kelas X dari X-1 sudah
diajukan dua siswi. Sedang kalau aku diikutkan Pak Han takut akan dianggap pilih kasih oleh wali dari kelas
lain. Dengan berat hati aku menerima penjelasan beliau.
Hingga
pada saat ku di kelas XI aku terus mencoba untuk menghafalkan UUD.
“Pak kapan ada lomba lagi ?” tanyaku suatu hari.
“Wah,
sayang sekali. Lomba cerdas cermat UUD 1945 diadakan 2 tahun sekali,” jawab
beliau sambil tersenyum ramah. Wah sayang sekali. aku benar-benar berharap.
Tapi mau bagaimana lagi, mungkin memang belum rejekiku pikirku.
Hingga
akhirnya ternyata tahun ini beliau
memberikan amanah padaku untuk tergabung dalam sepuluh siswa yang mewakili
lomba.
“Loh
pak. Bukannya lombanya dua tahuun sekali ya ?”
“Hehe,
kemarin saya salah. Lombanya itu ternyata setahun sekali.”
Wah
bukan main senang hati ini. Akhirnya lomba yang sangat ingin kuikuti sudah
dalam genggaman.
Pemberitahuan
dua minggu sebelum lomba. Dan jujur aku sangat senang dengan keikutsertaanku
ini. Hingga saat aku dan Mbak Nita pembinaan bersama.
“Dik,
aku kok males ya ?” tercetup kata yang tak kuingunkan dari dirinya. Entah karna apa aku juga jadi malas
belajar. Rasanya tak ada semangat saja untuk menyuplai energiku. Aku berpikir bahwa kita ini adalah tim dan
kerja tentu juga dilakukan dengan teamwork.
Dan ada salah satu atau salah dua yang tak mau berusaha,
lalu apa yang harus aku lakukan ? Kalau satu sudah tak ingin berusaha bagaimana kemenangan ada
dalam genggaman.
Dan
pada hari selasanya kami dibina oleh Pak Han. Dan bercerita-cerita panjang
bersama. Aku sangat kaget ketika
mengambil kesimpulan dari salah satu potongan perbincangan kami.
“Pak
yang jadi kandidat tahun ini kan dari SMA 1 Boyolali, Ngandong dan Simo. Terus
kenapa yang dipilih malah Simo bukannya kemarin bagusan Ngandong ?”
tanyaku yang penasaran karna tiap kabupaten
hanya dipilih dua SMA kecuali kota Surakarta sebagai tuan rmuah berhak
mengajukan tiga sekolah. Terang saja tahun ini berbeda karna langsung ke
tingkat karisidenan.
“Sebenarnya
ini giliran. Tahun ini dari SMA kita mungkin tahun depan dari Ngandhong.”
Dush,
sebuah pernyataan yang membuatku gemetar. Bagaimana bisa aku tidak semangat
seperti ini ? Sedang Allah memberikan sebuah kesempatan emas padaku. Coba kalau
SMAku mendapat giliran tahun depan ?
Tentu saja aku tak dapat mengikuti lomba ini. Harusnya aku bersyukur bisa ikut
serta dalam lomba ini.
Sangat
menyenangkan bisa berbagi cerita dengan Pak Han. Beliau memang guru yang
terkenal dekat dengan siswa. Beliau sosok yang sangat kukagumi. Meski dengan
beribu kesempatan yang beliau milki namun beliau tak pernah haus akan jabatan
apalagi gaji. Setelah ditinggalkan anaknya meninggal istrinya menjadi
sakit-sakitan. Namun beliau tak pernah mengeluh atau pun rakus akan uang. Justru
sebaliknya beliau menjadi sosok yang sabar dan pekarja keras.
Aku
baru sadar kalau untuk kesuksesan lomba ini beliau telah mengusahakan yang
terbaik. Dengan mengorbankan pulsannya untuk mencari informasi, hujan-hujanan
ke SMA Ngandhong untuk mencari materi, hingga menomor duakan istri dan anaknya
karna beliau memang orang yang professional. Aku sangat malu pada diriku
sendiri yang tanpa semangat ini. Begitupun dengan Sembilan siswa lainnya
termasuk Mbak Nita.
Aku
sangat bersyukur memiliki guru seperti beliau. Aku akan bersusaha dan belajar
semaksimal mungkin untuk memperoleh
hasil yang terbaik. Tak ingin rasanya mengecewakan seorang Pembina yang telah
berkorban banyak untukku dan teman-teman.
Semangat
! semangat ! semangat !
Dan
aku siap untuk berusaha sebaik mungkin dan menjadi seorang pemenang.
HariH LCC
Senin, 14 Maret 2011
Akhirnya
lomba hari ini akan kutempuh bersama teman-temanku semua. Teman-teman satu team yang diketuai oleh Mbak Nita. Entah
kenapa, namun pada lomba kali ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Aku sama
sekali tak merasakan getaran-getaran yang harusnya tak asing tiap aku
menghadapi lomba. Benar, sungguh, aku sama sekali tak merasa dag-dig-dug bahkan meski aku telah
sampai di tempat pelaksanaan lomba di SMK 7 Surakarta. Tak tanggung-tanggung
tiap kabupaten mengirimkan sekolah unggulan masing-masing. Mulai dari SMA 1
Klaten, 1 Solo, 4 Solo dan 3 Solo. Tapi tetap saja tak ada rasa takut dan ragu
dalam hatiku.
Awalnya
rasa tak terima menggelayuti pikiranku dan teman-teman. Terang saja, terjadi
banyak penyimpangan disini. Mulai dari peraturan yang mengharuskan 10 siswa
dengan ketentuan 5 putra dan 5 putri dilanggar oleh SMA-SMA unggulan. Seragam
yang diwajibkan OSIS juga tak dihiraukan. Aku takut kalau dalam hal penilaian
terjadi banyak penyimpangan. Namun Pak Han memberikan suntikan suplemen lagi
padaku dan teman-teman. Bahwa kita harus positive
thinking. Kalau kita memberikan yang
terbaik pasti kita juga akan memperoleh yang terbaik.
Alhamdulillah
semua berjalan lancar. Yuph, 90 % soal bisa kami jawab dengan mudah. Dan semua
tinggal ditentukan sebulan lagi. Cukup lama memang untuk sebuah kapasitas lomba
yang terhitung sedikit pesertanya ini. Semoga tak terjadi sedikit kecurangan
pun disini. Aku berharap semua akan berjalan lancar. Dan aku sungguh amat
benar-benar berharap agar team ku SMA Negeri 1 Simo dapat meraih tiga besar
se-eks Karisidenan Surakarta dan bisa lolos ke Provinsi. Setidaknya ini adalah
hadiah dari kerja keras kami bersama Pak Han.
Harap-harap Cemas
Kamis,
17 Maret 2011
Kenapa
harus selama ini ? Kenapa pengumuman harus sebulan lebih ? Ini benar-benar
menyiksa. Dag-dig-dug selalu
menggelayuti pikiranku dan teman-teman. Aku optimis bisa lolos dan mulai
membayangkan menggenggam piala kehormatan dan penuh mimpi bersama Sembilan
teman lainnya dan dipersembahkan untuk kerja keras Pak Han selama ini.
Membayangkan menjalani karantina dan memperoleh berbagai ilmu dan pengalaman
baru. Namun bila teringat hasil itu masih belum pasti. Sebuah bayangan indah
langsung berubah seketika menjadi rasa khawatir, takut dan sedih. Khawatir
kalau semua tak berjalan lancar, takut kalau mimpi dan harapan kami harus
terputus di tengah jalan dan sedih kalau hasil ini akan mengecewakan Pak Han
dan kedua orang tuaku.
Hampir
tiap malam aku selalu bermimpi memegang piala yang berwarna keemasan itu. Namun
tiap terbangun semua hanya mimpi dan aku langsung berdoa kalau mimpi itu akan
menjadi nyata. Tapi tetap saja rasa penasaran dan harap-harap cemas ini selalu
datang. Padahal baru 3 hari semenjak lomba
kujalani dan masih 28 hari lebih aku akan mengalami rasa ini terus menerus.
Tiap malam kubuka facebook dan kuhitung mundur hari mulai 30 hari sedari aku
mengikuti lomba.
Aku
sangat berharap dan aku memilki khayalan tingkat tinggi. Namun aku takut
terjatuh, karna terjatuh dari tempat yang tinggi itu pasti akan lebih
menyakitkan. Aku bingung dengan persaanku sendiri. Namun,
aku tetap berusaha untuk optimis dan positive
thinking. Kini aku hanya bisa mendorongnya dengan doa, dengan sholat hajat
yang insyaallah kujalani rutin tiap
harinya bersama sholat dhuha. Aku berharap dan aku telah berusaha semaksimal
mungkin. Yang harus kuingat adalah bahwa
semua yang terjadi adalah yang terbaik dari Allah. Bahkan setiap daun yang
jatuh pun telah ditulis beribu tahun yang lalu di laut Mahfudz. Dan untuk apa
aku terjatuh dalam langkah yang tersendat. Bukankah aku bisa melangkah lagi,
berusaha lagi, dan meraih hasil yang lebih baik lagi. Namun aku yakin dan
percaya bahwa semua harapanku akan terkabul. Aku tak kan tersendat kali ini.
Dan bersama teman-teman juga Pak Han kami akan melangkah bersama untuk lolos ke
tingkat Provinsi.
0 comments:
Post a Comment